Fakta bahwa Indonesia hingga kini belum memiliki rencana aksi nasional bisnis dan hak asasi manusia (HAM) tidak menjadi halangan bagi implementasi United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs). Sejumlah korporasi di Tanah Air berinisiatif menjalankan prinsip-prinsip yang termuat dalam UNGPs.

Dalam buku bertajuk “Perkembangan Bisnis dan HAM di Indonesia: Persepsi Negara, Masyarakat Sipil dan Korporasi”, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menjabarkan secara detail bagaimana korporasi-korporasi di Indonesia berupaya menjalankan prinsip-prinsip bisnis dan HAM.

Dalam buku yang terbit tahun 2019 itu, ELSAM menyatakan sejumlah korporasi telah menyadari bahwa HAM adalah aspek yang penting demi membangun masa depan bisnis yang berkelanjutan. Korporasi-korporasi itu juga memahami bahwa tanggung jawab untuk menghormati HAM sudah menjadi tuntutan global.

ELSAM mencatat sejumlah korporasi di Indonesia yang telah menunjukkan inisiatif. Salah satunya adalah PT Sinar Mas Argo Resources and Technology (SMART) yang menunjukkan komitmennya terhadap HAM dengan cara mendukung Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) dan United Nations Global Compact (UNGC).

Selain itu, pada tahun 2011, perusahaan yang bergerak di industri kelapa sawit ini juga membentuk Divisi Sustainability yang tugas pokok dan fungsinya adalah menangani konflik, keterlibatan sosial, dan Corporate Social Responsibility (CSR). Berikutnya, SMART membuat Grievance Mechanism atau saluran pengaduan dalam konteks penanganan peristiwa pelanggaran HAM.

Masih dalam ‘lingkaran’ Sinar Mas, Asia Pulp Paper (APP) sejak tahun 2012 telah menyusun “Sustainability Roadmap Vision 2020” dengan melibatkan sejumlah pihak terkait. Roadmap tersebut mencantumkan 10 aspek penting yang terkait dengan bisnis APP, salah satunya adalah aspek HAM dan keberadaan penduduk asli.

Korporasi-korporasi lainnya adalah PT. Bumi Konawe Minerina, dan PT. Sulawesi Resources. Dua perusahaan tersebut diakui memang belum memiliki kebijakan internal tertulis terkait penghormatan HAM, tetapi mereka turut mengemban visi dan misi keberlanjutan yang diusung Solway Investment Group sebagai perusahaan induk.

Dalam visi dan misinya, grup perusahaan pertambangan nikel asal Rusia itu menekankan pentingnya aspek-aspek terkait HAM seperti menciptakan tempat kerja yang layak, mendukung masyarakat adat, menyediakan layanan medis untuk karyawan dan pemangku kepentingan lokal, bertanggung jawab kepada lingkungan, dan memastikan mekanisme pengaduan internal dan eksternal yang efektif.

Pada perkembangannya, sinyal positif tidak hanya diperlihatkan oleh korporasi. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga mengambil inisiatif dalam rangka implementasi prinsip-prinsip bisnis dan HAM. Tahun 2020 lalu, melalui gerakan Komunitas Pengusaha Berintegritas, Kadin menandatangani nota kesepahaman dengan The Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) tentang Pelaksanaan Sustainable Development Goals HAM dalam lingkup bisnis.

FIHRRST adalah sebuah organisasi yang berpusat di Brussels, Belgia yang mengusung misi mengembangkan dan mempromosikan standar-standar HAM internasional. Beberapa pendiri FIHRRST adalah tokoh HAM Indonesia seperti Marzuki Darusman, Marzuki Usman, HS Dillon, dan Dradjad Wibowo.

Salah satu hasil kerja FIHRSST yang penting adalah “Studi Laporan Keberlanjutan Perusahaan Publik di Indonesia”. Laporan yang dilansir tahun 2019 ini bertujuan untuk mendorong pelaporan aspek keberlanjutan yang meliputi aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial oleh seluruh perusahaan publik di Indonesia.

Salah satu temuan menarik yang terungkap dalam laporan tersebut adalah masih minimnya pelaporan kebijakan dan praktik penghormatan HAM oleh Perusahaan. Laporan FIHRRST mencatat hanya 9% dari 67 Laporan Keberlanjutan tahun 2019 yang telah mengungkapkan adanya kebijakan HAM perusahaan.

Temuan ini berbeda jauh dari tren pelaporan keberlanjutan global, dimana mayoritas telah mengungkapkan kebijakan dan praktik penghormatan HAM oleh perusahaan. Dimana berdasarkan survei tahun 2017 atas perusahaan Fortune Global 500 disimpulkan bahwa 2/3 dari perusahaan tersebut telah memiliki kebijakan HAM.

Berangkat dari temuan studi tersebut, FIHRRST merekomendasikan kepada perusahaan publik di Indonesia untuk segera menyusun kebijakan dan prosedur penghormatan HAM agar dapat bersaing dengan perusahaan global dan memenuhi standar internasional penyusunan laporan keberlanjutan.