Sampai Desember 2020, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat produksi minyak sawit mencapai Indonesia mencapai 51,6 juta ton. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 42.5 juta ton. Capaian itu telah mengantarkan Indonesia berada di urutan teratas negara-negara yang memproduksi sawit.

Salah satu pasar terbesar bagi produk kelapa sawit Indonesia adalah Uni Eropa. Sampai dengan Oktober 2020, ekspor sawit Indonesia ke negara-negara Eropa tercatat sebanyak 5,13 juta ton dengan nilai US$ 2,69 miliar. Namun, jumlah tersebut menurun ketimbang dengan tahun sebelumnya yang hampir sebesar 700 ribu ton. Penyebabnya adalah ketatnya kebijakan Uni Eropa yang membatasi produk Crude Palm Oil (CPO) Indonesia yang dianggap mempunyai andil besar terhadap terjadinya deforestasi hutan tropis, hilangnya habitat satwa liar, sumber utama kebakaran hutan, dan akhirnya berkontribusi nyata dalam emisi gas rumah kaca termasuk isu sosial, yaitu terjadinya konflik sosial antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat lokal perihal status dan hak penggunaan lahan.

Dalam Webinar EU Mandatory Human Rights Due Diligence Law: Apa yang Harus Disiapkan Industri Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia? Iman Prihandono, Dekan FH Universitas Airlangga, menjelaskan jika situasi ini terjadi karena Uni Eropa dan masing – masing Negara anggota Uni Eropa EU merupakan Negara dan kawasan yang memiliki kepedulian dan serangkaian regulasi yang ketat untuk menunjukkan komitmennya kepada penghormatan hak asasi manusia, lingkungan, sosial, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Tidak mengherankan jika Parlemen Eropa dengan cepat menyusun proposal EU Directive on ‘Corporate Due Diligence and Corporate Accountability’, dalam hal ini disingkat EP Draft Directive.

Proposal ini menurut Iman terjadi karena adanya studi pendukung diantaranya yang dikeluarkan oleh ILO pada 2017, yang menunjukkan bahwa 62% hilangnya hutan tropis terjadi disebabkan peralihan hutan secara ilegal untuk komoditas pasar ekspor. Selain studi dari ILO, sebuah studi dari EAVA juga menjelaskan terjadinya peningkatan keuntungan dari perusahaan yang mengimplementasikan Environment Social and Governance Standard.

Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menjelaskan bahwa industry sawit ini penting bagi Indonesia. Setidanya ada 16,3 juta pekerja yang ada di industri kelapa sawit. Industri kelapa sawit juga berkontribusi sebesar 13% dari prokduk non migas dan menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5% dari total PDB. Terkait dengan rencana proposal dari Uni Eropa, Musdhalifah menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia berupaya agar komoditas kelapa sawit benar – benar sesuai dengan peraturan perundang – undangan. Karena itu pemerintah

Pemerintah Indonesia mengupayakan serta menjamin jika komoditas kelapa sawit maupun penanganan lahan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan bahkan diterbitkan Instruksi Presiden No 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024 dan Peraturan Presiden No 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia untuk menjamin standar keberlanjutan secara global. Berbagai kebijakan yang diambil pemerintah ini dalam rangka untuk mendorong pengembangan industry kelapa sawit dan keberlanjutan seiring dengan tuntutan masyarakat internasional termasuk target pencapaian global seperti penurunan emisi dan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Musdhalifah juga menuturkan jika Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan ini telah menjadi peta jalan perbaikan bagi pemerintah dan juga pelaku usaha untuk memperbaiki kondisi perkebunan kelapa sawit Indonesia. Terutama untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dari industri kelapa sawit antara lain penguatan data dan infrastruktur, kapasitas dan kapabilitas pekebun serta melakukan pengelolaan dan penataan lingkungan untuk menjamin keberlanjutan ekonomi masyarakat, menerapkan tata kelola kebun, penanganan sengketa, dan memberikan dukungan penanganan sertifikasi dalam rangka meningkatkan akses pasar kelapa sawit Indonesia