Latar Belakang
Pandemik COVID-19 telah menyebar dengan kecepatan yang mengkhawatirkan, menginfeksi jutaan orang dan mengakibatkan aktivitas ekonomi hampir terhenti karena negara-negara memberlakukan pembatasan ketat guna menghentikan penyebaran virus. Pandemik ini diperkirakan telah menjerumuskan sebagian besar negara ke dalam resesi pada tahun 2020, dengan pendapatan per kapita menyusut di sebagian besar negara secara global sejak 1870. Ekonomi negara-negara maju diproyeksikan menyusut 7 persen. Penyusutan ini akan meluas dampaknya terhadap prospek pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang, yang diperkirakan akan berkontraksi sebesar 2,5 persen karena setiap negara berupaya untuk mengatasi wabah virus ini.
Dalam jangka panjang, resesi mendalam yang dipicu oleh pandemic COVID-19 diperkirakan akan meninggalkan bekas luka yang bertahan lama akibat investasi yang lebih rendah, erosi sumber daya manusia karena hilangnya pekerjaan dan sekolah, dan fragmentasi perdagangan global dan hubungan pasokan. Penurunan ini diperkirakan akan membalikkan kemajuan yang telah dicapai bertahun-tahun menuju tujuan pembangunan dan membawa puluhan juta orang kembali ke dalam kemiskinan yang ekstrem (World Bank, 2020).
Pandemik COVID-19 mengakibatkan dampak yang luar biasa tidak hanya berdampak terhadap kesehatan, pandemic COVID-19 juga telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Dampak sosial dan ekonomi ini memaksa semua level pemerintahan, baik pusat maupun daerah untuk melakukan koreksi terhadap rencana pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan. Upaya untuk kembali melakukan pengetatan PSBB Jawa -Bali akan memperpanjang resesi ekonomi hingga kuartal I 2021. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa pengetatan PSBB pasti akan berdampak pada konsumsi dan ekonomi secara keseluruhan. Namun, pemerintah tidak punya banyak pilihan.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan akan berlanjut pada 2021. Beberapa lembaga memprediksi target pertumbuhan 5% juga tidak akan akan tercapai. CORE Indonesia (Center of Reform on Economics) memproyeksikan paling rendah pertumbuhan ekonomi RI bisa tersungkur di 3%. Sejalan dengan itu, lembaga dunia juga sudah beramai-ramai memangkas prediksi Indonesia. ADB awalnya meyakini Indonesia bisa tumbuh 5,3% (September-Oktober) tetapi direvisi menjadi 4,5% (Desember). Bank Dunia pada Maret-April lalu meyakini pertumbuhan 2021 Indonesia 5,2% tetapi diubah menjadi 4,4% pada Desember. OECD per September-Oktober meyakini pertumbuhan di 5,3% tetapi berubah menjadi 4% per Desember 2020. Semua proyeksi ekonomi tersebut akan sangat tergantung pada proses penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi yang dilakukan Pemerintah Indonesia.
Kontraksi perekonomian Indonesia mengakibatkan terdapat 29,12 juta penduduk usia kerja terdampak pandemik COVID-19, dengan rincian pengangguran karena COVID-19 sebesar 2,56 juta orang; bukan angkatan kerja karena COVID-19 sebesar 0,76 juta orang. Sementara tidak bekerja karena COVID-19 sebesar 1,77 juta orang dan yang bekerja dengan mengalami pengurangan jam kerja sebanyak 24, 03 juta orang. Pandemic juga menyebabkan kenaikan jumlah pengangguran menjadi 9,7 juta orang.
Pandemik global ini telah memunculkan ketakutan atas kehidupan dan kesehatan, mata pencaharian, kebebasan sipil dan privasi setiap manusia di seluruh dunia yang berimplikasi pada penikmatan hak asasi manusia , termasuk di Indonesia terancam dampak pandemik COVID-19.
Pada saat yang sama, bisnis menghadapi ancaman eksistensial karena mereka berusaha untuk bertahan atau beradaptasi dengan realitas baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam merespon situasi ini, perusahaan perlu mempertimbangkan seluruh konsekuensi dan mitigasi dari setiap pilihan yang diambil karena akan berdampak pada kehidupan orang-orang yang bekerja, bergantung, atau terhubung dengan bisnis mereka (Shift, 2020). Lebih jauh, pandemi COVID-19 telah mengungkap kerentanan dan kerapuhan rantai nilai global.
Lock down telah menyebabkan goncangan ekonomi global karena telah menyebabkan pembatalan sepihak dan penangguhan pesanan dari pemasok luar negeri oleh perusahaan transnasional. Keputusan-keputusan ini berpotensi bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dan undang-undang nasional terkait kontribusi pada risiko hak-hak pekerja akan dilanggar (Hinrich Voss, 2020).
Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (UNGPs) memang tidak menyebutkan secara eksplisit hak-hak khusus seperti hak atas kesehatan atau tanggung jawab bisnis dalam keadaan darurat atau situasi krisis lainnya. Namun, bisnis harus berpedoman pada prinsip duty of care dalam menanggapi keadaan darurat, seperti COVID-19. Dalam konteks ini, maka perusahaan memiliki special duty of care untuk menjaga staf perusahaan dan orang lain yang terkena dampak aktivitas mereka (Institute for Human Rights and Business, 2020). Oleh karena itu, perusahaan harus mendorong dan memungkinkan pekerja untuk bekerja dari rumah dengan menyediakan teknologi dan bantuan yang diperlukan. Meskipun bekerja dari rumah saat pandemic COVID-19 merupakan kebijakan yang masuk akal, tetapi tidak semua pekerjaan dapat dilakukan dari rumah. Pada titik ini, tanggung jawab perusahaan terhadap pekerja mencakup serangkaian tindakan termasuk menyediakan fasilitas dan sanitasi yang aman, apabila pekerja tidak mempunyai pilihan selain bekerja dari kantor atau fasilitas lain selain rumah mereka (Salil Tripathi, 2020).
Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan didasarkan pada hak asasi manusia (HAM) . Agenda ini secara eksplisit merujuk pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan perjanjian HAM internasional, dan diperkuat kembali melalui instrumen lain seperti Deklarasi Hak atas Pembangunan. Lebih lanjut, Agenda tersebut menyatakan bahwa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) berusaha untuk mewujudkan semua HAM (seek to realize the human rights of all). Ketujuh belas SDGs secara langsung atau tidak langsung mencerminkan standar HAM dan sebagian besar dari 169 target terkait dengan HAM internasional dan standar ketenagakerjaan. (Danish Institute for Human Rights, 2018).
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menyiapkan skema pembangunan yang diharapkan dapat menjadi jawaban dalam memperbaiki dan memulihkan ekonomi Indonesia pada 2021. Pada semester III 2020, Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan pemulihan ekonomi nasional dilakukan melalui kebijakan fiskal dan moneter yang komprehensif yang diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha serta menjaga stabilitasi ekonomi dan ekpansi moneter. Pemerintah juga telah membentuk UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diproyeksikan untuk mengantisipasi semua tantangan perlambatan ekonomi global, memitigasi adanya potensi stagnasi ekonomi Indonesia (middle income trap), dan juga untuk mengoptimalkan daya saing investasi. Sehingga, meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang pada akhirnya menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Upaya-upaya Pemerintah tersebut akan didukung dan dikuatkan dengan program-program pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam periode 2020-2024. Pembangunan infrastruktur ini ditujukan untuk membangun konektivitas Kawasan yang menghubungkan kawasan industri, pariwisata, dan kawasan ekonomi masyarakat.
Namun demikian, berbagai kebijakan dan upaya pembangunan dan pemulihan tersebut harus tetap mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapi masyarakat Indonesia. LPEM FEB Universitas Indonesia menyatakan, pemerintah harus berpihak kepada strategi pemulihan ekonomi yang berkelanjutan selaras dengan agenda Sustainable Development Goals (SDGs). Beberapa lembaga swadaya masyarakat dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan catatan khusus terhadap pembentukan UU Cipta Kerja dan pembangunan infrastruktur yang dianggap berpotensi mengurangi penikmatan hak-hak warga negara, merusak dan mengorbankan lingkungan hidup, masyarakat adat serta hak-hak buruh.
Untuk itu, proyeksi dan orientasi pembangunan Indonesia 2021 semaksimal mungkin harus dapat mengintegrasikan berbagai pendekatan dan kepentingan yang menguntungkan semua kalangan, tidak hanya pertumbuhan dan kemajuan yang dinikmati Pemerintah dan kalangan bisnis, tetapi juga hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan rakyat Indonesia. Termasuk didalamnya upaya-upaya perlindungan dan konservasi lingkungan hidup.
Kegiatan
Berkaitan dengan latar belakang di atas, Business and Human Rights Instute (BHR Institute) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Univ Airlangga akan menyelenggarakan seminar nasional dengan tema, “ Pembangunan Indonesia Pasca Pandemi Covid-19: Percepatan Pertumbuhan Ekonomi versus Realisasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan?”.
Tujuan Kegiatan
- Mengidentifikasi dampak pandemic COVID-19 realisasi SDGs, termasuk HAM dan respon yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan sektor bisnis untuk menarik praktik terbaik;
- Memproyeksikan dampak pandemic COVID-19 terhadap pertumbuhan ekonomi dan realisasi SDGs pada lima tahun mendatang dan langkah strategis yang harus diambil oleh pemerintah dan sektor bisnis
- Menghasilkan rekomendasi untuk yang ditujukan bagi pemerintah dan sektor bisnis untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan realisasi SDGs, termasuk HAM pasca pandemic COVID.
Waktu dan Tempat Kegiatan
Seminar nasional ini akan dilaksanakan pada :
Hari, tanggal : Kamis, 28 Januari 2021
Jam : 10.00-12.00 WIB
Tempat : Kegiatan ini akan dilaksanakan secara online melalui platform aplikasi Webinar Jam
Keynote Speaker, Narasumber, Tema dan Moderator
Keynote Speaker:
Dr. Iman Prihandono, S.H, LLM (Dekan Fakultas Hukum Unair)
“Bisnis dan HAM dalam Konteks Pemilihan Ekonomi dan Realisasi SDGs Pasca Disrupsi Pandemic COVID 19”.
Narasumber:
- Ir. Arifin Rudiyanto, MSc, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional*)
“Proyeksi Pemulihan Ekonomi Indonesia dan Realisasi Pencapaian SDGs Pasca Disrupsi Pandemik COVID-19”.
- Eko S.A. Cahyanto, S.H., LL.M., Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional
“Tantangan implementasi Circular Economy di Sektor Industri masa depan Indonesia.”
- Siddharta Moersjid, Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Bidang CSR Kadin Indonesia
“Strategi Sektor Bisnis dalam Meningkatkan Kontribusi dalam Penghormatan HAM dan Realisasi SDGs Pasca Disrupsi Pandemic COVID-19”.
- Ifdhal Kasim, S.H, Senior Advisor/ Co-founder BHR Institute
“Strategi Pengintegrasian HAM sebagai Budaya Perusahaan dalam Merealisasi SDGs Pasca Disrupsi Pandemik COVID-19”.
Moderator
Roichatul Aswidah, M.A, Senior Advisor/Co-founder BHR Institute
*) Dalam Konfirmasi
Penyelenggara
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Business and Human Rights Institute (BHR Institute) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Univ Airlangga dan didukung oleh KSI Knowledge Hub
Informasi dan Bantuan
kotaksurat@bhrinstitute.id | 0812-1234-3240