Pada Selasa 18 Januari 2022 silam, rumah Bupati non aktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin didatangi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas dugaan kasus korupsi. Bukan hanya korupsi, KPK juga menemukan dua kerangkeng besar yang berisikan puluhan manusia.
Migrant Care turut menerima laporan soal kerangkeng tersebut dan menyebutkan bahwa penghuni kerangkeng adalah buruh perkebunan sawit milik mantan Ketua DPRD Langkat itu. Mereka bekerja dua shift dengan jumlah jam kerja sebanyak 10 jam seharinya, dan hanya mendapatkan makan dua kali sehari.
Anis Hidayah, ketua Migrant Care mendesak untuk dilakukan investigasi atas dugaan perbudakan modern. Dugaan ini didapat berdasarkan wawancara orang-orang di dalam dan juga informasi dari masyarakat.
“Jadi bekerjanya shift pagi dan malam, tidak digaji, kemudian sehari makan hanya dua kali, kualitas makanannya kita belum (tahu) detail. Kemudian juga ada dugaan dipukuli, ada luka memar. Mereka juga tidak punya akses untuk bergerak, karena dikunci dari luar. Kita menduga ini praktik perbudakan modern,” kata Anis setelah melaporkan kasus ini ke Komnas HAM.
Kejadian ini bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia, pada tahun 2013 silam seorang pemilik pabrik kuali di kecamatan Sepatan, kabupaten Tangerang, Yuki Irawan ditangkap dengan dugaan perbudakan karena mempekerjakan dengan cara tidak layak, puluhan buruh disekap di satu ruangan, waktu kerja yang terus menerus, dan jika ketahuan melarikan diri akan disiksa.
Tidak hanya itu, di tahun 2014, sektor perikanan dan kelautan menemukan kegiatan perbudakan di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku. Sebanyak 322 anak buah kapal (ABK) asing terdampar di areal pabrik milik PT Pusaka Benjina Resources dengan kondisi memprihatinkan, diduga para ABK ini menjadi korban kerja paksa oleh perusahaan perikanan berbendera Thailand di wilayah Indonesia.
Perbudakan dan Perbudakan Modern
Pengertian terkait perbudakan sendiri diatur dalam Pasal 1 Konvensi Perbudakan 1926, yang bunyinya: “the status or condition of a person over whom any or all of the powers attaching to the right of ownership are exercised”. Berdasarkan Konvensi tersebut, perbudakan konvensional adalah sebuah kondisi di mana manusia dipersamakan dengan benda, yang bisa diperjualbelikan, dipindah-alihkan, digunakan juga sesuai dengan keinginan pemiliknya.
Sementara perbudakan modern merupakan bentuk transformasi dari perbudakan konvensional tadi, dengan adanya beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kondisi perbudakan yang dialami oleh seorang individu, di antaranya:
- tingkat pembatasan hak inheren individu atas kebebasan bergerak (freedom of movement);
- tingkat kendali atas barang-barang pribadi individu; dan
- adanya persetujuan afirmatif dan pemahaman penuh tentang sifat hubungan antara para pihak.
Belum ada definisi perbudakan modern yang diakui secara internasional, istilah ini digunakan untuk mencakup berbagai praktik eksploitasi terhadap manusia. Beberapa tindakan dan/atau perbuatan yang dikualifikasi sebagai perbudakan modern antara lain : perdagangan manusia, perbudakan, kerja paksa, eksploitasi pekerja anak, pengambilan organ tubuh, dan praktik serupa perbudakan.
Mengacu pada laporan ILO 2016, diperkirakan terdapat 40.3 juta orang yang mengalami perbudakan modern. Termasuk didalamnya 24.9 juta yang menjadi korban kerja paksa seperti yang terjadi di Langkat baru-baru ini.
Dilansir dari situs Komnas HAM, bentuk perbudakan modern atau modern slavery tidak memiliki standar khusus, akan tetapi istilah ini sering digunakan dalam Bahasa advokasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya perbudakan modern, yakni:
Adanya keterpaksaan. “Keterpaksaan ini misalnya kemiskinan dan lain-lain. Hal ini ada kaitannya dengan situasi orang yang bekerja secara paksa, sehingga para pekerja atau buruh dalam posisi yang memang powerless,” ungkap Taufan.
Faktor kedua, sulitnya posisi tempat bekerja untuk diakses, bukan saja oleh keluarga maupun masyarakat, tetapi juga oleh pemerintah yang paling utama. Spesifiknya lagi oleh institusi-institusi yang bertanggung jawab untuk melindungi pekerja atau buruh. Sehingga, akses mereka untuk mendapatkan perlindungan dan pertolongan masih sulit.
Faktor yang terakhir, masih adanya negara di dunia yang tidak terlalu memperhatikan terhadap hak-hak buruh atau HAM juga menjadi faktor lain penyebab terjadinya perbudakan modern. “Hal tersebut yang membuat standar perlindungan terhadap pekerja di negara-negara atau perusahaan-perusahaan yang asalnya dari negara-negara tersebut, memang akan selalu ada timbul masalah.” Lanjut Taufan.
Indonesia memiliki beberapa kebijakan yang melarang praktik-praktik perbudakan. Hal ini diatur di dalam yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hak untuk tidak diperbudak adalah salah satu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Untuk itu, diperlukan upaya yang serius dari Pemerintah untuk menghilangkan praktik-praktik perbudakan di Indonesia.
1 Comment