Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Tamanuri mengungkapkan pertingnya mempertimbangkan fokus dalam penyusunan RUU ini adalah bukan menghapuskan, melainkan mengendalikan minuman beralkohol. Menurutnya, ada banyak manfaat yang diperoleh  dari minuman beralkohol dari segi ekonomi. Oleh sebab itu, perlu diatur mengenai pengendalian dan batasan-batasan tentang minuman beralkohol tersebut. Pandangan tersebut muncul dalam dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) yang dilaksanakan Baleg DPR RI pada 14 Juli 2021.

Namun disisi lain Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bukhori menyampaikan Apabila dilihat dari income yang diterima negara dengan biaya yang harus dikeluarkan negara akibat kecelakaan akibat kerusakan mental dan berbagai macam hal yang diakibatkan minuman beralkohol belum seimbang. Menurut Bukhori, dua persen dari alokasi APBN digunakan untuk menanggulangi dampak-dampak yang terjadi dari miras. Oleh karena itu, permasalahan yang ditimbulkan karena keberadaan minuman beralkohol membutuhkan solusi alternatif dalam pelaksanaannya.

Pernyataan tersebut didukung oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira yang menyebutkan perhitungan ekonomi studi dampak minuman alkohol oleh Montarat menunjukkan bahwa beban terhadap PDB negara berkisar 0,45% hingga 5,44%. Apabila mengambil batasan paling rendah yakni 0,45%, maka tingkat kerugian ekonomi Indonesia akibat alkohol sebesar Rp 69,4 triliun atau lebih tinggi kerugiannya dibandingkan pendapatan negara dari sisi cukai yang hanya Rp 7,14 triliun.

Bhima Yudhistira menyatakan bahwa pelarangan total minuman beralkohol menyelamatkan perekonomian karena bisa menekan kerugian perekonomian dibandingkan benefit yang didapatkan negara dari alkohol. Adapun dampak alkohol di antaranya seperti biaya kesehatan yang meningkat dari pembiayaan BPJS Kesehatan, biaya kriminalitas dan kekerasan yang diakibatkan alkohol, serta angka kecelakaan.

Melihat dinamika yang terjadi dalam pembahasan RUU MINOL tersebut, BHR Institute merekomendasikan agar proses pembahasan RUU Minol harus melibatkan semua pemangku kepentingan yang diperkirakan akan terdampak dengan regulasi terkait minuman beralkohol, baik kalangan pemerintah, kalangan bisnis, kelompok keagamaan maupun masyarakat Indonesia yang memiliki perhatian terhadap pembangunan dan perkembangan bangsa.