Direktur Industri Minuman, Industri Tembakau dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Edy Sutopo mengungkapkan perlu mempertimbangkan keadaan industri saat menetapkan kebijakan cukai hasil tembakau (CHT), karena memiliki dampak terhadap industri hasil tembakau (IHT), petani dan juga buruh. Sepanjang 2020 terdapat 4.500 tenaga kerja IHT terkena PHK. Kemenperin mendapat keluhan dari petani karena dengan penurunan produksi rokok, penyerapan terhadap bahan baku tembakau juga semakin sedikit.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto menyatakan dalam 10 tahun terakhir sebanyak 68.889 buruh linting rokok kretek terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Buruh yang terkena PHK ini disebabkan oleh kenaikan CHT yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemutusan hubungan kerja atau biasa disebut dengan PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha kepada buruh akan memberikan dampak kepada beberapa pihak, diantaranya:

  1. Para kerja yang di-PHK akan dihadapkan pada permasalahan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum, seperti makan, pakaian, Pendidikan anak, Kesehatan dan sebagainya.
  2. Apabila kondisi sosial ekonomi keluarga korban PHK tidak segera ditanggulangi maka akan berdampak pada masalah sosial lainnya, seperti terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan kenakalan remaja akibat diharmonisasi keluarga.
  3. Perusahaan akan kekurangan sumber daya manusia, dan akan merugikan perusahaan terutama kerugian dana dan waktu dalam hal rekrutmen dan seleksi.
  4. Menambah beban pemerintah, dengan bertambah banyaknya pengangguran akan menimbulkan dampak negatif terhadap keamanan rakyat, bangsa, dan negara.

Padahal sudah tertulis jelas pada Pasal 23 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang dengan jelas telah memberi tempat dalam pekerjaan sebagai bagian dari hak asasi manusia, yaitu:

  1. Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat pekerjaan yang adil serta baik, dan berhak atas perlindungan dari pengangguran.
  2. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.
  3. Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu kehidupan yang pantas untuk manusia yang bermartabat, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
  4. Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.

Ketentuan tersebut ditegaskan Pasal 38 ayat (1) dan (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan bahwa Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak, dan setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.

Berkaitan dengan PHK terhadap buruh rokok tersebut, Anggota Badan Anggaran DPR RI Muktarudin mengungkapkan kontribusi dari sektor ini menyerap tenaga kerja sangat besar, dan tentunya sangat berpengaruh dalam rangka menekan angka pengangguran dan mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi, dan Ia berharap dengan adanya kebijakan cukai hasil tembakau tidak makin memperburuk situasi sehingga Pemerintah harus berpikir secara cermat dan jangan hanya memikirkan peningkatan pendapatan negara dan mengabaikan dampaknya.

Business and Human Rights Institute (BHRI) berpendapat, Pemerintah Indonesia, khususnya Kementrian Keuangan, Kementrian Perindustrian, Kementrian Kesehatan dan lembaga negara lainnya secara bersama-sama harus mempertimbangkan secara bijak dan komprehensif mengenai upaya pengembangan industri rokok, peningkatan cukai rokok beserta hal lainnya yang mungkin timbul sebagai dampak dari kebijakan ini, termasuk didalamnya dampak pekerja dan kesehatan masyarakat. Keseimbangan antara pendapatan negara dari cukai rokok, kesejahteraan buruh dan kesehatan masyarakat harus diberikan porsi yang sama dalam kebijakan tersebut. Oleh karenanya, perlu dilakukan kajian-kajian yang mendalam mengenai alternatif pendapatan negara yang tidak mengganggu situasi pekerja industri rokok, dan tidak berdampak terhadap kesehatan masyarakat.